PERAYAAN MEMPERINGATI MAULID NABI | Bukan Cara Mencintai & Meneladani Nabi


بسم الله الرحمن الرحيم  
و الحمد لله و الصلاة و السلام على رسول الله و على آله و صحبه و من والاه وبعد
Mencintai Rosulullôh shollallôhu alayhi wasallam merupakan perkara keyakinan dasar yang wajib di tunaikan umat islam kepada utusan Allôh Subhaanahu wa Ta’alaa itu dan terlarang meragukannya. Seorang muslim boleh saja menyatakan kesiapannya meneladani Rosulullôh shollallôhu alayhi wasallam tetapi jika hanya berupa pengakuan sebatas ucapan tentu tidak berguna. Di sinilah letak kesetiaan mencintai Rosulullôh shollallôhu alayhi wasallam yaitu senantiasa menjunjung tinggi jejak beliau dalam rangka mengilmui, mengamalkan, mendakwahkan, serta mempertahankan ajaran beliau.
Termasuk perkara yang cukup marak dan pesat berkembang bahwasanya dengan cara memperingati Maulid Nabi shollallôhu alayhi wasallam sudah merupakan bukti kecintaan umat pada Rosulullôh shollallôhu alayhi wasallam dan meneladani beliau, sehingga terkadang seseorang tidak memperhatikan lagi adab-adab, keyakinan dan ibadah Nabi shollallôhu alayhi wasallam sehari-hari bahkan melakukan dan meyakini kebalikannya.
Pada kesempatan kali ini penulis akan membahas berkaitan dengan hukum perayaan Maulid Nabi yang sering kita dapatkan dimana-dimana setiap tahunnya bagaimana tinjauan syari'at di dalam masalah ini. Dan penulis di sini akan menyajikan dalam bentuk tanya jawab, semoga bermanfaat.


 Pertanyaan  : Apa arti Maulid Nabi itu ? 

Jawab  : Kata Maulid itu berasal dari kata ولد-يلد-لدة yang berarti "melahirkan", sebagaimana timbangan kata "وعد-يعد-عدة", kemudian kata tersebut di bentuk menjadi isim tempat menjadi "مولد", dan isim waktu menjadi "ميلاد". Ar Rozy berkata di dalam Mukhtarush Shihah hal 630, "Milad adalah waktu kelahiran seseorang, adapun Maulid adalah tempat kelahiran seseorang". 
Adapun secara istilah ungkapan kalimat tersebut adalah perayaan mengingat kelahiran Nabi shollallôhu alayhi wasallam yang yang di lakukan setiap tahunnya untuk mencintai dan meneladani beliau.

Pertanyaan 2 : Kapan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ  di lahirkan dan di wafatkan ? 

Jawab : Hari kelahirannya telah di sepakati para ulama jatuh pada hari senin pada tahun gajah bahkan wafatnya juga pada hari senin secara ijma', berdasarkan hadits-hadits shohih dan hadits hasan sebagaimana berikut,
عن أبي قتادة رضي الله عنه : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سئل عن صوم يوم الإثنين؟ فقال فيه وُلدت و فيه أُنزل علي
Dari Abu Qotadah rodhiyallohu anhu bahwasanya Rosulullôh shollallôhu alayhi wasallam pernah di tanya tentang hari senin ? Maka beliau menjawab, "Pada hari itu aku  di lahirkan dan juga pada hari itu aku di wahyukan" (HR. Muslim) 


عن قيس بن محرمة رضي الله عنه قال : ولدت أنا و رسول الله صلى الله عليه وسلم عام الفيل 
(رواه ابن إسحاق و الحاكم و حسنه الألباني) 
Dari Qois bin Makhromah rodhiyallohu anhu, ia berkata : Aku telah di lahirkan bersama Rosulullôh shollallôhu alayhi wasallam pada tahun gajah (HR. Ibnu Ishaq dan Al Hakim di hasan kan Al Albany) 


 عن أنس بن مالك الأنصاري رضي الله عنه - و كان تبع النبي صلى الله عليه وسلم و خدمه و صحبه- انا أبا بكر كانيصلي لهم في وجع النبي صلى الله عليه وسلم الذي توفي فيه، حتى إذا كان يوم الإثنين و هم صفوف في الصلاة، فكشف النبي صلى الله عليه وسلم ستر الحجرة ينظر إلينا و هو قائم كأنّ وجهه ورقة مصحف، ثم تبسم يضحك، فهممن أن نفتتن من الفرح برؤية النبي صلى الله عليه وسلم، فنكص أبو بكر على عاقبيه ليصل الصفّ، و الظن النبي صلى الله عليه وسلم خارج إلى الصلاة، فأشار إلينا النبي صلى الله عليه وسلم أن أتمّوا صلاتكم، و أرخى الستر، فتوفى من يومه

Dari Anas bin Malik rodhiyallohu anhu - seorang yang mengikuti dan melayani Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ - berkata : Bahwasanya Abu Bakr telah mengimami sahabat-sahabatnya pada saat Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ sakit yang menyebabkan  wafatnya, hingga pada hari senin saat mereka berada di shof-shof mereka, Nabi menyingkap tirai kamarnya berdiri melihat kami seolah-olah wajahnya bagaikan lembaran kertas kemudian tersenyum, sehingga kami ingin membatalkan sholat kami karena sangat bergembira melihat Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ, maka perlahan-lahan Abu Bakr mundur ke belakang masuk ke dalam shof, dan menyangka bahwa Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ akan keluar melaksanakan sholat, lalu Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ berisyarat untuk agar kalian tetap menyempurnakan sholat, dan beliau kemudian menutup kembali tirainya lalu beliau pun wafat di hari itu. (HR. Bukhory dan Muslim). 

Namun untuk tanggal dan bulannya telah di sebutkan oleh Al Hafidzh Ibnu Katsir di dalam Al Bidayah wan Nihayah (2/228) bahwasanya telah terjadi perbedaan riwayat ulama dalam penentuan tanggal dan bulannya, yang seluruhnya kembali kepada dua bulan saja, bulan Robi'ul Awwal dan bulan Romadhon, dan ringkasnya :
Golongan pertama : 12 atau 17 atau 27 Romadhon, berdasarkan hadits dho'if (matruk). 
Golongan kedua : 1 atau 10 atau 12 atau 17 Robi'ul Awwal sebagaimana mayoritas ulama. 
Golongan ketiga : 8 Robi'ul Awwal sebagaimana riwayat Imam Malik, Aqil, Yunus bin Yazid, dan lainnya dari Az Zuhri dari Muhammad bin Jubair bin Muth'im (seorang tabi'in yang mulia) dengan sanad yang shohih, yang di benarkan kepastiannya oleh Al Hafidzh Al Khuwarizmi dan di rojih kan oleh Abu Al Khoththob bin Dihyah, Ibnu Hazm, dan Ibnu Katsir, serta Al Albany rohimahumulloh.

Pertanyaan 3 : Kapan terjadinya perayaan Maulid Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ ?

Jawab : Pertama sekali yang merayakan perayaan Maulid Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ adalah Al Fathimiyyun Al Ubadiyyun pada abad ke 4 Hijriyyah di Mesir sebagaimana di sebutkan oleh Al Maqrizy di dalam Al Khuthoth wal Atsar (1/490-499),dan di sebutkan pula oleh Al Qolqosyandy di dalam Shubhul A'sya (3/498-499).
Al Imam As Suyuthy berkata di dalam Tarikhul Khulafa hal. 407, "Daulah Al Fathimiyyun Al Ubadiyyun yang keji ini mulai menancapkan kekuasaannya oleh Ubaidulloh Al Mahdi di Maghrib (Maroko) pada tahun 296 H, kemudian terjadi ekspansi wilayah masuk Mesir oleh raja ke empatnya Al Muiz Ma'ad bin Isma’il Al Fathimy pada tahun 362 H, dan kemudian berakhir di Mesir pula oleh Al 'Adhid Abdulloh Yusuf pada tahun 567 H."
Beliau menyebutkan di dalam muqoddimah kitab beliau ini (Tarikhul Khulafa' hal. 9), "Aku tidak menyebutkan secara detail ke Khalifahan Daulah Al Fathimiyyun Al Ubaidiyyun karena kepimpinan mereka tidak benar dengan beberapa alasan :
1. Mereka bukan dari kabilah Quroisy dari keturunan Fathimah bintu Rosulullôh صلى الله عليه وسلم karena kakek mereka seorang majusi dan menamakan mereka dengan Fatimiyyun adalah orang-orang awam bodoh. Al Qodhy Abu Bakr Al Baqillany berkata, "Al Qidah nama kakeknya Ubaidulloh (Pendiri Daulah Al Fathimiyyun Al Ubaidiyyun) adalah seorang majusi, saat ia berkuasa di Maghrib mengaku dari kabilah (suku -edt) Alawi tetapi tidak seorang pun dari ulama-ulama penekun nasab keturunan mengetahuinya.
2. Kebanyakan mereka orang-orang zindiq (nifaq keyakinan yang keluar dari agama islam). Terang-terangan mencela para Nabi, menghalalkan minuman keras dan perzinaan, memerintahkan orang-orang bersujud kepadanya. Orang seperti ini tidak pantas berbaiat padanya dan menjadi pemimpin. Al Qodhy Abu Bakr Al Baqillany berkata, "Ubaidulloh Al Mahdiy seorang zindiq keji, sangat bersemangat untuk memusnahkan islam dan membunuh para ulama agar kesesatan merajalela di tengah manusia.
3. Pembaiatan pada mereka berlangsung saat masih berkuasanya Khilafah 'Abbasiyah maka tidak sah dua pembaiatan terjadi pada dua imam. Dan yang pertama dari dua pembaiatan tersebut yang patut di akui, adapun yang kedua adalah khowarij.

Dan bukan raja Al Mudzoffar (549-630) penguasa Irbil yang pertama sekali merayakannya besar-besaran di Maushil secara mutlak sebagaimana di ceritakan peristiwanya sebagai sejarah. Dan sebagian kisahnya telah di sebutkan pula sebagian ulama, di antaranya :
Al Hafidzh Ibnu Katsir rohimahulloh berkata di dalam Al Bidayah wan Nihayah (13/216), "As Sibth berkata bahwa orang-orang yang hadir saat perayaan Maulid Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ melihat raja Al Mudzoffar sebagai penguasa Irbil telah menyembelih 5000 ekor kambing, 10.000 ekor ayam, dan 30.000 talam kue manisan. Saat itu ia telah menghadiri ulama-ulama dan orang-orang shufiyah dan melayani mereka untuk mendengarkan nyanyian dan menari-nari bersama mereka mulai dari dzuhur sampai shubuh besoknya.
Tetapi telah lebih dahulu sebelumnya di lakukan oleh Al Fathimiyyun Al Ubadiyyun, sebab Al Mu'iz Ma'ad bin Isma’il Al Fathimy pada tahun 362 H masuk berkuasa di Mesir mengawali penerapan undang-undangnya dan berakhir di Mesir pula oleh Al 'Adhid Abdulloh bin Yusuf pada tahun 564 H."
Inilah mereka para Al Fathimiyyun Al Ubadiyyun merupakan teladan orang-orang yang merayakan perayaan Maulid Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ. 
Bahkan telah di sebutkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh seperti merupakan kebiasaan-kebiasaan Yahudi dan Nashroni terdahulu, sebagaimana di sebutkan beliau dalam kitab Iqtidho Ash Shirothil Mustaqim, hal. 294, "Tidak di perbolehkan seorang muslim menjadikan peristiwa-peristiwa penting Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ sebagai perayaan, sesungguhnya yang melakukan seperti ini adalah orang-orang Nashroni yang selalu menjadikan peristiwa-peristiwa penting Nabi Isa عليه السلام sebagai perayaan, dan begitu pula orang-orang Yahudi."

Pertanyaan 4 : Bukankah merupakan kebaikan dengan kita memperingati Maulid Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ akan bertambah kencintaan kita kepada Rosulullôh صلى الله عليه وسلم, juga sebagai rasa syukur kita kepada Alloh sebagaimana Rosulullôh صلى الله عليه وسلم telah di riwayatkan pernah mengaqiqohkan dirinya dimasa kenabiannya sebagai rasa syukur, padahal telah di aqiqoh kan Abdul Muththolib pada hari ketujuh kelahiran nya ?

Jawab  : Perayaan Maulid Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ ini bukanlah kebaikan, jika perkara ini merupakan kebaikan tentu Rosulullôh صلى الله عليه وسلم dan sahabatnya lebih dahulu melakukannya, karena mereka lebih cemburu untuk kebaikan daripada kita. Sebagaimana telah kita ketahui bersama begitu besarnya sosok Nabi Ibrohim عليه السلام di mata Rosulullôh صلى الله عليه وسلم dan sahabatnya namun tidak di ketahui sikap melampaui batas mereka terhadapnya seperti merayakan perayaan Maulid Nabi Ibrohim عليه السلام, begitu pula untuk para rosul lainnya, tidak di dapati dari mereka yang merayakan Maulid Nabi Musa, atau merayakan Maulid Nabi Isa, dan seterusnya.
Kita tinggalkan perkara tersebut karena untuk mengikuti Sunnah Rosulullôh صلى الله عليه وسلم, sebab Sunnah Tarkiyah menjadi dua bagian :
1. Perintah meninggalkannya, seperti dilarang menyekutukan Alloh تعالى, dilarang meratapi mayat, dilarang bermuamalah dengan riba dan seterusnya.
2. Meninggalkan sebagai ibadah, seperti tidak mengumandangkan adzan pada pelaksanaan sholat 'Ied, tidak melafadzkan niat ketika memulai sholat dan seterusnya.

Dan sungguh ilmiyah apa yang di katakan Al Hafidzh Ibnu Katsir rohimahulloh tatkala menafsirkan ayat 11 dari surat Al Ahqof, "Adapun ahlu sunnah wal jamaah menyatakan pada setiap perbuatan dan ucapan yang tidak disandarkan kepada para sahabat berarti hal itu adalah bid'ah. Karena sekiranya suatu perkara itu baik, maka sungguh mereka (para sahabat) pasti mendahului kita, sebab mereka (para sahabat) tidak akan meninggalkan satupun dari kebaikan melainkan akan bersegera dalam mengerjakannya."
Dengan demikian mencintai Rosulullôh صلى الله عليه وسلم bukan dengan memperingati Maulid Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ tetapi dengan mengamalkan sunnah-sunnahnya, mendahului ucapan dan perbuatannya dan selainnya dan tidak menolak sedikit pun hadits-hadits yang shohih darinya, inilah ciri-ciri mereka yang mencintai Alloh سبحانه وتعالى sebenarnya. Alloh سبحانه وتعالى berfirman, 


قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ  يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَـكُمْ ذُنُوْبَكُمْ  ؕ  وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
قُلْ اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ ۚ  فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ 
"Katakanlah (wahai Muhammad), 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Alloh, maka ikutilah aku, niscaya Alloh mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian' Dan Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah, 'Ta'atilah Alloh dan RosulNya, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang kafir. " (QS. Ali Imron : 31-32)

مَنْ يُّطِعِ الرَّسُوْلَ فَقَدْ اَطَاعَ اللّٰهَ   ۚ  وَمَنْ تَوَلّٰى فَمَاۤ اَرْسَلْنٰكَ عَلَيْهِمْ حَفِيْظًا   
"Barang siapa menaati Rosul (Muhammad) maka sesungguhnya dia telah menaati Alloh. Dan barang siapa berpaling (dari ketaatan itu) maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka."
(QS. An-Nisa': Ayat 80

  وَمَاۤ اٰتٰٮكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ ۙ  وَ مَا َنَهٰٮكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا  ۚ  وَاتَّقُوا اللّٰهَ   ؕ  اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ 
"Apa yang diberikan Rosul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Alloh sangat keras hukuman-Nya."
(QS. Al-Hasyr: Ayat 7)

Dan apa faedahnya bila di cukupkan satu hari dalam rangka memperingatiMaulid Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ,  padahal mengenal NabiNya صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ merupakan bagian dari aqidaih seorang muslim sehingga ia mengetahui bagaimana beradab kepada Alloh تعالى dalam mentauhidkanNya, menyembahNya, dan bermuamalah dengan penuh kemashlahatan sesama hamba, tentu harus di pelajari dan tidak cukup dengan mendengar kisahnya satu hari.
Jadi niat baik saja tidak cukup di sebut amalan sholih bahkan pelakunya berdosa hingga terdapat amalannya bersesuaian dengan amalan-amalan Rosulullôh صلى الله عليه وسلم dan sahabatnya. Perhatikanlah atsar-atsar salaf dalam pengingkaran niat baik yang menyelisihi syari'at :
Diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad dengan sanad yang hasan, seseorang pernah berkata pada Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ, "ini apa yang Alloh kehendaki dan kehendakmu" lalu Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ bersabda, "Apakah engkau ingin menjadikan aku tandingan bagi Alloh ? Cukup katakan hanya kehendak Alloh semata".
Dan diriwayatkan oleh Ad Darimy dengan sanad yang shohih, bahwa Ibnu Mas'ud rodhiyallohu anhu  pernah di beritakan padanya bahwasanya masjid Bani Hanifah ada kaum yang lagi menunggu waktu sholat telah di pandu berdzikir oleh seseorang dengan bertasbih 100 kali, bertahmid 100 kali, bertahlil 100 kali dengan menggunakan kerikil, lalu ia mendatangi mereka dengan marahnya menghentikan dan membubarkan mereka serta menghamburkan kerikil-kerikil tersebut seraya mengatakan, "baju Nabi belum usang, perkakas Nabi masih ada, sangat beraninya kalian mengada-adakan di dalam agama ini.", lalu mereka menjawab, "sesungguhnya kami meniatkannya kebaikan", lalu Ibnu Mas'ud membantah mereka, "berapa banyak manusia meniatkan kebaikan namun tidak sampai pada tujuannya.".
Dan diriwayatkan oleh At Tirmidzy dengan sanad yang hasan, bahwa Ibnu Umar mendengar seorang yang bersin lalu mengatakan 'Alhamdulillah wasallam 'ala Rosulillah' kemudian Ibnu Umar menegurnya, "Jangan kau katakan demikian, sesungguhnya Rosulullôh صلى الله عليه وسلم mengajarkan pada kami 'Alhamdulillah' ala kulli haal.".
Adapun riwayat bahwa Rosulullôh صلى الله عليه وسلم pernah mengaqiqohkan dirinya dimasa kenabiannya adalah hadits Bathil, demikianlah di katakan An Nawawi di dalam Majmu' Syahril Muhadzdzab (8/431), "Hadits ini bathil terdapat di dalam sanadnya Abdulloh bin Muharror seolah yang telah di sepakati kedho'ifannya, para huffadz mengatakan ke aturannya.".

Pertanyaan 5 : Pada acara Maulid Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ yang selalu di laksanakan setiap tahun sekali tersebut juga terdapat :
A. Ceramah singkat kehidupan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ 
B. Memuji-muji Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ 
C. Memperbanyak sholawat 
D. Saling bersedekah harta dan makanan. 
Hal ini di anggap kebiasaan yang baik yang secara umum yang di yakini merupakan anjuran Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ sebagaimana hadits :
عن جرير بن عبدالله رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من سن في الإسلام سنة حسنة فله أجرها و أجر من عمل بها بعده من غير أن ينقص من أجورهم شيئ، و من سن سنة في الإسلام سيئة كان عليه وزرها ووزراء من عمل بها من بعده من غير أن ينقص من أجورهم شيئ
Dari Jabir bin Abdillah rodhiyallohu anhu ia berkata : Rosulullôh صلى الله عليه وسلم bersabda, "Barangsiapa yang membiasakan di dalam Islam kebiasaan yang baik maka baginya pahala dan pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa sesudahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa yang membiasakan di dalam Islam kebiasaan yang buruk maka baginya dosa dan dosa orang-orang yang mengikutnya sesudahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun." (HR. Muslim). 
Apakah ini juga terlarang ?

Jawab : Ya terlarang, karena terkandung di dalamnya berbagai kemungkaran sebagaimana rincian berikut :
A. Mengenai Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ merupakan aqidah seorang muslim yang wajib di pelajari, dan mempelajarinya tidak sebatas kandungan ceramah singkat tersebut yang penuh dengan hadits-hadits dho'if, maudhu' (palsu), bahkan mungkar, juga tidak lepas pula dongengan, berlebih-lebihan dan lawak. Ini sumber agama suci kita, bahkan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ telah mewaspadai da'i-da'i semacam ini, sebagaimana pada hadits :
"عن عمر رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال "أخاف ما أخاف على أمتي منافق عليم اللسان
Dari Umar rodhiyallohu anhu dari Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ, ia bersabda, "Yang sangat ku khawatirkan atas umatku adalah seorang munafiq fasih lidahnya." (HR. Ahmad [143] dan di shohih kan oleh Al Wadi’i di dalam Al Jami'ush Shohih [1/37])
عن ابن عمر رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال "أخرى القرى، إن يرى الرجل عينه ما لم تريا
Dari Ibnu Umar rodhiyallohu anhu dari Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ, ia bersabda : "Kedustaan terbesar adalah seseorang mempersaksikan pandangannya terhadap sesuatu yang tidak ia lihat." (HR. Al Bukhory) 

Dan contoh hadits-hadits palsu yang beredar di antaranya :

"Alloh berkata : Jika bukan karena Muhammad, Aku tidak akan menciptakan Adam, surga dan neraka."
Hadits ini Maudhu' (Palsu). Telah di riwayatkan Al Hakim dari jalan 'Amr bin Aus Al Anshory dari Sa'id bin Abi Arubah dari Qotadah dari Sa'id bin Al Musayab dari Ibnu Abbas. 
-Adz Dzahaby berkata di dalam Mizanul I'tidal : Amr bin Aus Al Anshory di katakan Majhul dan suka meriwayatkan hadits Munkar, namun saya lebih cenderung ia adalah seorang yang suka memalsukan hadits. 
-Ibnu Hajar Al Asqolany menyepakati Adz Dzahaby bahwa Amr bin Aus Al Anshory adalah seorang yang suka memalsukan hadits. 
-Al Albany berkata : Amr bin Aus Al Anshory yang tertuduh dalam hadits ini. 

"Aku pergi menziyarohi kuburan ibuku lalu ku mohon pada Alloh agar menghidupkannya kembali, kemudian Alloh menghidupkannya kembali dan beriman kepadaku lalu Alloh mematikannya kembali. "
Hadits ini Maudhu' (Palsu). Telah di riwayatkan oleh Al Khothib dan Ibnu Syahin dari jalan Ahmad bin Yahya Al Hadhromy dari Harmalah. 
-Ibnu Hajar Al Asqolany berkata : Di sebutkan di dalam Mizanul I'tidal bahwa Ahmad bin Yahya Al Hadhromy seorang yang Majhul. 
-Adz Dzahaby berkata di dalam Mizanul I'tidal : Ahmad bin Yahya Al Hadhromy telah di lemahkan oleh Ibnu Yunus. 
-Ibnu Nashir berkata : Hadits ini Palsu karena terdapat di dalam sanadnya Muhammad bin Yahya Az Zuhry dan Ahmad bin Yahya Al Hadhromy. 

B. Memuji-muji Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ pada asalnya di perbolehkan, namun bila di liakukan secara berlebih lebihan maka beliau telah melarangnya, sebagaimana ucapannya : 
عَنْ ابن عباس رضي الله عنه سمع عمر بن الخطاب رضي الله عنه يقول على المنبر سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول "لا تطروني كما أطري النصارى ابن مريم، فإنما أنا عبده، فقولوا عبد الله و رسوله 
Dari Ibnu Abbas rodhiyallohu anhu ia pernah mendengar Umar bin Al Khoththob rodhiyallohu anhu berkata di atas mimbar : Aku pernah mendengar Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ bersabda : Janganlah kalian berlebih-lebihan padaku sebagaimana orang-orang Nashroni berlebih-lebihan pada Isa bin Maryam, sesungguhnya aku hanyalah hamba Alloh, katakanlah oleh kalian Hamba Alloh dan RosulNya. (HR. Al-Bukhôry dan Muslim).

Dan sebagai contoh jelas sikap berlebih-lebihan terhadap Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ adalah :
*Ucapan Al Bushiry dia dalam bait syair "Al Burdah" :
"Wahai makhluk yang termulia aku tak miliki pelindung 
Selainmu di kala datang musibah dan merajalela"
*Di Sebutkan di dalam "Maulid Al Manawi" :
"Jika bukan Muhammad tentu Alloh tidak menciptakan makhlukNya 
Tidak akan pernah di ciptakan yang tiada tanpa kemuliaan Muhammad"

Syair-syair ini telah terkandung di dalamnya kesyirikan kepada Alloh تعالى dan menafikan hak dan kekuasaan Alloh terhadap makhlukNya, Alloh تعالى berfirman :


قُلْ لِمَنِ الأرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (84) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلا تَذَكَّرُونَ (85) قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (86) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ (87) قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (88) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ (89)

Katakanlah, "Kepunyaan siapakah bumi dan semua yang ada padanya jika kalian mengetahui ?” Mereka akan menjawab, "Kepunyaan Alloh” Katakanlah, "Maka apakah kalian tidak ingat ?” Katakanlah, "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?” Mereka akan menjawab, "Kepunyaan Alloh.” Katakanlah, "Maka apakah kalian tidak bertakwa?” Katakanlah, "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedangkan Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)-Nya, jika kalian mengetahui ?” Mereka akan menjawab, "Kepunyaan Alloh.” Katakanlah, "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kalian ditipu ?” (QS. Al Mu'minun : 84-89)

C. Memperbanyak sholawat kepada Rosulullôh صلى الله عليه وسلم tidak di ragukan lagi merupakan amalan utama seorang muslim yang di harapkan dengan izin Alloh تعالى akan mendapatkan syafa’at dari Alloh dan RosulNya صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ, sebagaimana hadits 
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال "من صلى علي صلاة صلى الله عليه وسلم عشرا 
Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu anhu dari Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ, ia bersabda," Barangsiapa yang bersholawat kepadaku satu kali maka Alloh akan bersholawat untuknya sepuluh kali. " (HR. Muslim) 
Namun ibadah ini bisa menjadi tidak berguna bilamana sholawat-sholawat tersebut tidak berdasarkan petunjuk Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ sebagaimana kebebasan bersholawat ini diperbolehkan di dalam "Al Maulid Ad Dayba'i", hal 78 :
"Ada ribuan sholawat, bersholawatlah kalian kepada Thoha seorang Nabi
"Yang memberi syafa’at untuk umatnya dari kalangan manusia dan jin."

Dari mana sholawat-sholawat tersebut ? Apakah Alloh dan RosulNya telah mengajarkannya ???


قُلْ هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَا إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَخْرُصُونَ (148) 

Katakanlah, "Adakah kalian mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kalian mengemukakannya kepada Kami?” Kalian tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kalian tidak lain hanya berdusta. (QS. Al An'am : 148)

Sedangkan Sholawat Ali bin Abi Tholib dengan Iafadz: "اللهم داعى المدحوات" yang di riwayatkan oleh lbnu Jarir didalam Tahdzibul Atsar dan Ath Thobrony di dalam Akhbar 'Ali tldak bisa di jadikan dalill kebolehan membuat-buat sholawat karena riwayat tersebut Dho’if Munqothi’ (terputus sanadnya), karena Salamah AI Kindy tidak mendengar Ali bin Abi Tholib sebagaimana tercantum pada kitab Jami’uttahshil hal: 193. 

Bahkan sholawat-sholawat buatan itu terkandung kesyirikan kepada Alloh تعالى, sebagalmana pada sholawat Al Kanz Al A'dzhom, sholawat Al Munjiyat, sholawat At Tafrijiyyah, sholawat Al Fatih, sholawat Nur Al Qiyamah, sholawat Nariyah, sholawat Ad Dasuqy, sholawat Badar dan sebagainya, diantara bukti kesyirlkan salah satunya saja sebagai contoh adalah: 
Petikan Sholawat Al Kanz Al A’dzhom :
.....مظهر سر الجود الجاني و الكلي، و إنسان عين الوجود العلوي و السلفي، روح جسد الكونين، عين حياة الدارين..... 
"(Muhammad) adalah seorang yang mengetahui sebagian rahasia Alloh dan bahkan seluruhnya, dan seorang yang berhakekatkan Alloh yang di atas dan di bawah, roh dua alam (akhirat dan dunia), inti pengatur kedua alam."
(Muhammad)adalah seorang yang mmengetahui sebagian rahasia Allah dan bahkan seluruhnya, dan seorang yang berhakekatkan Allah yang diatas dan dibawah, roh dua alam (akhirat dan dunia), inti pengatur kedua alam”. 
Petikan ini saja sudah mengandung kesyirikan :
1. Meyakini Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ mengetahui rahasia (alam ghaib) seluruhnya, anggapan ini menyelisihi ayat-ayat Alloh, di antaranya : Surat Al A'rof : 188, Al Jin : 26 dan lainnya. 
2. Meyakini bersatunya zat Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ dengan zat Alloh, anggapan ini menyelisihi ayat-ayat Alloh, di antaranya : Surat Thoha : 5, Al Mulk : 16-17, Al Kahfi : 110, dan lainnya. 
3. Meyakini Rububiyah (hak mengatur makhluq) pada Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ, anggapan ini menyelisihi ayat-ayat Alloh, di antaranya : Al Fatihah : 1, Al Mu'minun : 84-89 dan lainnya. 

D. Memberi makan dan bersedekah secara umum adalah perkara kebaikan terkadang menjadi sunnah mustahabbah (di anjurkan) dan terkadang kewajiban. Begitu besar faidahnya bila kita cermati sebagai kebutuhan hidup manusia, seperti menjamu tamu, membahagiakan faqir miskin, anak yatim, penuntut ilmu, seorang yang terbelit hutang dan sebagainya, tetapi saat perayaan memperingati maulid nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ makanan berhamburan terbuang disebabkan perebutan makanan, menyebabkan perkelahian, masjid menjadi kotor, anak-anak berbuat kekacauan sehingga sholat pun tak kunjung ditegakkan. Apakah seperti ini yang di sunnah kan ? Alloh تعالى berfirman,


وَاٰتِ ذَا الْقُرْبٰى حَقَّهٗ وَالْمِسْكِيْنَ  وَابْنَ السَّبِيْلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا
اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْۤا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ    ؕ  وَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا

"Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan kepada orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kalian menghambur-hamburkan (harta kalian) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah sangat ingkar terhadap Tuhannya." (QS. Al Isro : 26-27)

اِنَّمَا يَعْمُرُ مَسٰجِدَ اللّٰهِ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَاَ قَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ وَلَمْ يَخْشَ اِلَّا اللّٰهَ فَعَسٰٓى اُولٰۤئِكَ اَنْ يَّكُوْنُوْا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ
"Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Alloh hanyalah orang-orang yang beriman kepada Alloh dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan sholat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Alloh. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk."
(QS. At-Taubah: Ayat 18)

Adapun hadits himbauan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ untuk membiasakan serta berlomba kebaikan dan berpahala bagi siapa yang mengikutinya berdasarkan asbabul wurud bersedekah sebagaimana hadits asalnya :

 عَنْ جَابِر بْنِ عَبْدِاللّهِ رضى الله عنه  كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَدْرِ النَّهَارِ قَالَ فَجَاءَهُ قَوْمٌ حُفَاةٌ عُرَاةٌ مُجْتَابِي النِّمَارِ أَوِ الْعَبَاءِ مُتَقَلِّدِي السُّيُوفِ عَامَّتُهُمْ مِنْ مُضَرَ بَلْ كُلُّهُمْ مِنْ مُضَرَ فَتَمَعَّرَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَا رَأَى بِهِمْ مِنَ الْفَاقَةِ فَدَخَلَ ثُمَّ خَرَجَ فَأَمَرَ بِلاَلاً فَأَذَّنَ وَأَقَامَ فَصَلَّى ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ: (({يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ} إِلَى آخِرِ الآيَةِ: {إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا} وَالآيَةَ الَّتِي فِي الْحَشْرِ: {اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ} تَصَدَّقَ رَجُلٌ مِنْ دِينَارِهِ مِنْ دِرْهَمِهِ مِنْ ثَوْبِهِ مِنْ صَاعِ بُرِّهِ مِنْ صَاعِ تَمْرِهِ- حَتَّى قَالَ- وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ)). قَالَ فَجَاءَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ بِصُرَّةٍ كَادَتْ كَفُّهُ تَعْجِزُ عَنْهَا بَلْ قَدْ عَجَزَتْ- قَالَ- ثُمَّ تَتَابَعَ النَّاسُ حَتَّى رَأَيْتُ كَوْمَيْنِ مِنْ طَعَامٍ وَثِيَابٍ حَتَّى رَأَيْتُ وَجْهَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَهَلَّلُ كَأَنَّهُ مُذْهَبَةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((مَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شيء وَمَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ)). 
Dari Jabir bin Abdillah رضي الله عنه Ia berkata, Dahulu kami pernah bersama Rosulullôh صلى الله عليه وسلم di siang hari, lalu datanglah orang-orang yang tidak bersandal dan tidak berpakaian melainkan dengan karungan, menggantungkan pedang, yang mayoritasnya dari Mudhor, maka berubahlah wajah Rosulullôh صلى الله عليه وسلم dengan keadaan kesusahan mereka, lalu ia masuk (kerumahnya) kemudian keluar dan memerintahkan Bilal mengumandangkan adzan dan melaksanakan sholat, kemudian berkhuthbah dan bersabda, "Wahai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Robb kalian yang telah menciptakan kalian dari satu jiwa... - hingga akhir ayat -... Sesungguhnya Alloh mengawasi kalian..". Lalu membaca ayat di dalam surat Al Hasyr, "Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Alloh, dan bersiaplah setiap jiwa untuk hari esok.". Lalu bersedekahlah orang-orang dengan dinarnya, dirhamnya, pakaiannya, satu sho' gandum, satu sho' kurma, hingga Rosulullôh صلى الله عليه وسلم bersabda, "walaupun dengan sepotong kurma". Tiba-tiba datang seorang Anshor membawa susu perahan sampai kedua tangannya tidak kuat mengangkatnya, kemudian di ikuti yang lainnya hingga aku lihat dua tumpukan tinggi makanan dan pakaian, melihat seperti itu tampak pada wajah Rosulullôh صلى الله عليه وسلم gembira dan bercahaya bagaikan perak di lapisi emas seraya mengatakan, "Barangsiapa yang membiasakan di dalam Islam kebiasaan yang baik maka baginya pahala dan pahala orang-orang yang mengikutinya sesudahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa yang membiasakan di dalam Islam kebiasaan yang buruk maka baginya dosa dan dosa orang-orang yang mengikutnya sesudahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun. " (HR. Muslim)
Demikianlah sebab keluar hadits tersebut yang sama sekali tidak menghimbau melakukan bid'ah, tapi menghimbau untuk menghidupkan amalan-amalan kebaikan berdasarkan semata-mata tuntunan beliau صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ sebelumnya.
Demikianlah fakta yang ada berupa tersebarnya kesyirikan dan kebid'ahan serta kerusakan dan tidak bermashlahat maka perayaan memperingati Maulid Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ telah di haramkan para ulama.

Pertanyaan 6 : Apakah hukum memperingati maulid Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ sudah mencapai tingkat kebid'ahan dalam agama ?

Jawab : Ya, sebagaimana kita telah ketahui bersama bahwa mencintai Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ adalah aqidah kita, berupa keyakinan yang mengikat hati kita dalam beribadah ta'at pada beliau صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ. Dan asal ibadah itu adalah wajib berdasarkan petunjuk Alloh dan RosulNya صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ, manakala ibadah ini berpalinglah dari petunjuk Al Quran dan Sunnah Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ maka tertulis dan bid'ah. Oleh karena itu Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ menilai untuk keseluruhan dari berbagai perkara baru di dalam agama ini adalah bid'ah sesat dan tidak di terima amalannya. Sebagaimana hadits Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ
«2042» وَحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَبْدِ الْمَجِيدِ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ وَعَلاَ صَوْتُهُ وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى كَأَنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ: ((صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ)). وَيَقُولُ: ((بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةَ كَهَاتَيْنِ)). وَيَقْرُنُ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَيَقُولُ: ((أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ)). ثُمَّ يَقُولُ: ((أَنَا أَوْلَى بِكُلِّ مُؤْمِنٍ مِنْ نَفْسِهِ مَنْ تَرَكَ مَالاً فَلأَهْلِهِ وَمَنْ تَرَكَ دَيْنًا أَوْ ضَيَاعًا فَإِلَيَّ وَعَلَيَّ)). 
 Dari Jabir bin Abdillah رضي الله عنهما Ia berkata, "Dahulu Rosulullôh صلى الله عليه وسلم apabila berkhuthbah memerah kedua matanya dan meninggi suaranya dan sangat marah, hingga seakan-akan ia pemandu pasukan, ia bersabda :" Pagi kalian dan Sore kalian yang semoga Alloh menjaganya", juga beliau bersabda : "Aku telah di utus bersama hari kiamat seperti dua jari ini", ia menggandengkan dua jarinya, telunjuk dan tengah, dan beliau juga bersabda : "Amma Ba'du, Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kitabulloh dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ dan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara baru dan seluruh kebid'ahan adalah kesesatan", dan ia juga bersabda : "Aku lebih utama dari setiap mu'min dari dirinya barangsiapa yang meninggalkan harta untuk pewarisnya dan barangsiapa yang meninggalkan hutang maka tanggungjawabku dan urusannya padaku dan akulah pelindung orang-orang yang beriman.". (HR. Muslim)

عَنْ عائشة رضي الله عنها عن النبي صلى الله عليه وسلم قال "من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد"
Dari Aisyah رضي الله عنها dari Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ, ia bersabda : "Barangsiapa yang beramal dengan amalan yang tidak ada perintah dari kami maka amalan tersebut tertolak." (HR. Muslim) 

ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الأمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ (18) إِنَّهُمْ لَنْ يُغْنُوا عَنْكَ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَإِنَّ الظَّالِمِينَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُتَّقِينَ (19)  

Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas satu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikit pun dari (siksaan) Alloh. Dan sesungguhnya orang-orang yang dzolim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Alloh adalah pelindung orang-orang yang bertaqwa. (QS. Al Jatsiyah : 18-19)

Sehingga para ulama pun tidak tinggal diam untuk memfatwakan bahwa perayaan memperingati maulid nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ adalah bid'ah, di karenakan perkara ini adalah perkara baru yang muncul setelah agama di sempurnakan oleh Alloh تعالى.

Pertanyaan 7 : Tetapi bagaimana pandangan Al Hafidzh Ibnu Hajar dan Imam As Suyuthy yang membolehkan perayaan memperingati Maulid Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ ? 

Jawab : Jika kita membaca dua kitab ulama tersebut, maka kita bisa menyimpulkan :
1. Sesungguhnya asal perayaan memperingati maulid nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ adalah bid'ah, tidak ternukilkan sedikitpun dari tiga generasi terbaik (salafussholeh)
2. Al Hafidzh Ibnu Hajar menganggap bahwa perayaan memperingati maulid nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ terkandung di dalamnya kebaikan dan keburukan. Sementara telah kita ketahui bersama jika kebaikan dan keburukan itu di kembalikan pada timbangan manusia tentu berbeda-beda, dan sesuai seleranya, ini menunjukkan kepastian bahwa perayaan memperingati maulid nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ adalah perkara baru.
3. Al Imam As Suyuthy memperbolehkan di hari itu membaca Al Quran, membaca sejarah nabi, makan bersama lalu bubar, tetapi yang terjadi di lapangan justru kesyirikan, kebid'ahan, kemaksiatan dan tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir.
Tetapi bagaimana mungkin melalui alasan ini seluruhnya di hasilkan kebaikan islam dan muslimun karena pada asalnya amalan perayaan memperingati maulid nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ ini bukan merupakan tuntunan nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ bahkan bermaksiat pada beliau dan kemaksiatannya tersebut tidak akan pernah membawa kebaikan dan kemenangan, Alloh تعالى berfirman :
وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئاً وَضاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِما رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ(25
"Dan (ingatlah)  peperangan Hunain, yaitu di waktu kalian menjadi congkak karena banyaknya jumlah kalian, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kalian sedikit pun; dan bumi yang luas itu telah terasa sempit oleh kalian, kemudian kalian lari ke belakang dengan bercerai-berai." (QS. At-Taubah : 25)

إِنَّ الَّذِينَ تَوَلَّوْا مِنْكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعانِ إِنَّمَا اسْتَزَلَّهُمُ الشَّيْطانُ بِبَعْضِ مَا كَسَبُوا وَلَقَدْ عَفَا اللَّهُ عَنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ (155)
Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antara kalian pada hari bertemu dua pasukan itu, tiada lain mereka digelincirkan oleh syaithon, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat (di masa lampau) dan sesungguhnya Alloh telah memberi maaf kepada mereka. Sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS. Ali Imron : 155) 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata di dalam Majmu' Al Fatawa (25/298), "Dan adapun menjadikan bulan-bulan tertentu sebagai perayaan seperti malam-malam Robi'ul Awwal untuk perayaan Maulid Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ atau malam-malam bulan Rojab atau 18 Dzulhijjah atau jum'at pertama bulan Rojab atau Syawwal merupakan perkara bid'ah yang tidak pernah di sunnah kan para Salaf juga tidak pernah di lakukan mereka."

Pertanyaan 7 : Apakah bisa di qiyaskan melalui keutamaan hari jum'at sebagai hari besar muslimin karena di ciptakan Adam di hari itu dengan hari senin karena lahirnya Nabi Muhammad صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ untuk mengadakan perayaan memperingati maulid nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ ?

Jawab : Tidak bisa, karena keutamaan hari jum'at itu terdapat nash kebesaran harinya, sebagaimana hadits :
عَنْ أوس بن أوس الثقفي رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال "إن من أفضل أيامكم يوم الجمعة، فيه خلق آدم" 
Dari Aus bin Aus Ats Tsaqofy رضي الله عنه dari Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ, ia bersabda : "Sesungguhnya hari yang paling utama dari seluruh hari-hari kalian adalah hari jum'at, di hari itu telah di ciptakan Adam." (HR. Ahmad dan lainnya, dan di shohihkan oleh Al Albany) 
Karena itu dilarang seseorang berpuasa di hari jum'at sebagaimana juga pada dua hari besar lainnya, Idul Fitri dan Idul Adhha, sebagaimana hadits :
«2740» وَحَدَّثَنِي أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ- يَعْنِي الْجُعْفِيَّ- عَنْ زَائِدَةَ عَنْ هِشَامٍ عَنِ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((لاَ تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي وَلاَ تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الأَيَّامِ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ)).
Dari Abu Huroiroh رضي الله عنه dari Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ, ia bersabda : "Janganlah kalian mengkhususkan malam jum'at untuk melakukan sholat malam dan janganlah kalian mengkhususkan hari jum'at untuk berpura-pura kecuali kalian berada pada hari-hari puasa kalian." (HR. Muslim) 

Adapun hari senin saat kelahiran nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ, bukan merupakan hari besar bahkan terdapat keutamaan berpuasa di harinya, sebagaimana hadits :
عن أبي قتادة رضي الله عنه قال أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سئل عن صوم يوم الإثنين؟ فقال "فيه ولدت و فيه انزل علي 
Dari Abu Qotadah رضي الله عنه bahwasannya Rosulullôh صلى الله عليه وسلم pernah di tanya tentang hari senin ? Maka beliau menjawab :" Pada hari itu aku di lahirkan dan juga pada hari itu aku di wahyukan." (HR. Muslim) 

Bila syari'at telah menetapkan kebesaran hari jum'at yang terciptakan Nabi Adam عليه السلام di hari itu dan menafikan kebesaran hari senin yang terlahirkan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ di hari itu maka penqiyasan menjadikan hari senin sebagai perayaan memperingati maulid nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ adalah kebathilan yang paling buruk serta mengarah kepada perusakan syari'at islamiyah. 
Justru kita harus bersyukur kepada Alloh سبحانه وتعالى dengan lahirnya Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ dengan senantiasa menjaga keta'atan padaNya di antaranya dengan berpuasa mengikuti sunnah beliau صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ bukan di rayakan dengan tidak berpuasa atau pesta makan dan memuji berlebih-lebihan sampai tingkat kesyirikan sebagaimana yang di lakukan pada acara maulid nabi, apalagi pada hari senin dan kamis terangkat dan di tampakkan amalan-amalan hamba dan Nabi sendiri sangat suka saat di tampakkan amalannya dalam keadaan berpuasa, sebagaimana hadits berikut :
  عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أن النبي صلى الله عليه وسلم قال "تعرض الأعمال يوم الاثنين و الخميس، فأحب أن يعرض عملي و أنا صائم  
Dari Abu Huroiroh رضي الله عنه ia berkata, bahwasannya Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ bersabda," Telah di angkat serta di tampakkan amalan-amalan pada hari senin dan kamis, maka aku sangat menyukai bila di tampakkan amalanku saat aku berpuasa ". (HR. Ahmad dan lainnya, dan dia shohihkan Al Albany) 

Pertanyaan 9 : Bukanlah para Salaf terdahulu juga melakukan bid'ah yang baik karena terdapat kemashlahatannya, yang di tinjauan kemudian oleh orang kholaf (belakang) sebagaimana Masholihul Mursalah, sehingga mereka membagi bid'ah tersebut menjadi 5 :
1. Bid'ah yang wajib, seperti mengumpulkan Al Quran dan Hadits. 
2. Bid'ah yang sunnah, seperti sholat tarowih, sekolah agama. 
3. Bid'ah yang mubah, seperti aneka ragam makanan dan minuman, kendaraan dan lain-lain. 
4. Bid'ah yang makruh, seperti menghiasi masjid. 
5. Bid'ah yang harom, seperti perkara baru yang menyelisihi sunnah dan tidak terdapat kemashlahatan di dalamnya. 

Jawab : Pembagian bid'ah semacam ini telah di bantah oleh kebanyakan Ahlul Ilmi di antaranya Al Imam Asy Syathiby berkata di dalam Al I'tishom hal : 138-139 : "Pembagian bid'ah seperti ini perkara baru di dalam agama dan tidak di kuatkan oleh dalil apapun, karena hakikat bid'ah dalam istilah agama adalah perkara yang tidak terdapat dalil syar'i di dalamnya, sebab bila ada dalilnya pada sebuah perkara agama seperti amalan wajib, amalan sunnah dan seterusnya maka tidak perlu menyebutkan bid'ah.., dan menggabungkan ini dengan syari'at berhukum wajib atau sunnah atau makruh dan sebagainya tentu terjadi pertentangan. "
Seperti pengumpulan Al Quran telah di katakan bid'ah wajib, padahal Al Quran dahulu telah di baca pada lembaran-lembaran yang di sucikan namun masih terpisah pisah lalu Abu Bakr memerintah Zaid bin Tsabit mengumpulkannya sebagai realisasi janji Alloh تعالى sebagaimana di hafal. Jadi bukan berasal dari keinginan mereka. Sebagaimana firman Alloh تعالى  
 إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ (17)
 "Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya dan membacanya." (QS. Al Qiyamah : 17)

رَسُولٌ مِنَ اللَّهِ يَتْلُو صُحُفًا مُطَهَّرَةً (2
"Seorang Rosul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (Al-Qur'an)." (QS. Al Bayyinah : 2)

 إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ (77) فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ (78) لَا يَمَسُّهُ إِلا الْمُطَهَّرُونَ (79) تَنزيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (80)
"Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfudz), tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan semesta alam." (QS. Al Waadi'i : 77-80)

Seperti sholat tarowih juga telah di katakan bid'ah yang sunnah, padahal Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ telah melaksanakannya secara berjama'ah namun tidak di lakukannya terus menerus karena khawatir akan di wajibkan. 
Dan yang terpenting dari semua ini bahwa ada anggapan keliru mempersamakan antara bid'ah dan masholihul mursalah tersebut yang tercantum pada buku-buku ushul fiqh sebagai sumber hukum yang di perselisihkan, sehingga terkesan ringan perkaranya. Untuk di ketahui bersama bahwa ada titik persamaannya dan juga ada titik perbedaan keduanya sebagai berikut :
A. Titik persamaannya. 
1. Bahwa bid'ah dan masholihul mursalah sama-sama tidak terjadi di zaman nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ. 
2. Bahwa bid'ah dan masholihul mursalah tidak memiliki dalil khusus, namun di sandarkan pada dalil umum. 
B. Titik perbedaannya. 
1. Bahwa bid'ah berkaitan dengan ibadah, sedangkan masholihul mursalah berkaitan dengan akal dan keduniaan. 
2. Bahwa bid'ah bertujuan mendekatkan diri kepada Alloh, sedangkan masholihul mursalah hanya sebatas perantara. 
3. Bahwa bid'ah melahirkan beban syari'at baru, sedangkan masholihul mursalah meringankan perkara bukan sebuah beban yang memberatkan. 
4. Bahwa bid'ah bertentangan dengan syari'at, sedangkan masholihul mursalah mendukung syari'at selama tidak bertentangan dengan syari'at itu sendiri. 
5. Bahwa masholihul mursalah merusak perkara yang seharusnya di lakukan di zaman nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ namun tidak di lakukan karena belum ada sebabnya atau bila ada sebabnya namun tercegah melakukannya, sedangkan bid'ah perkara yang bisa di lakukan dan ada sebab mendukungnya dan tidak tercegah melakukannya namun tidak di lakukan di zaman nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ.

Pertanyaan 10 : Bagaimana dengan perbuatan-perbuatan sebagian sahabat berikut ini apakah di jadikan dalil kemashlahatan mengadakan perayaan memperingati maulid nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ :
1. Adzan dua kali pada hari jum'at oleh Utsman. 
2. Pemindahan maqom Ibrohim jauh dari Ka'bah oleh Umar sebagaimana sekarang. 
3. Basmalah yang di ucapkan pada permulaan tasyahhud oleh Ibnu Umar. 
4. Tambahan lafadz "(السلام علينا (من ربنا" pada tasyahhud oleh Ibnu Mas'ud. 
5. Talbiyah "لبيك اللهم لبيك و سعديك، و الخير في يديك، لبيك و الغباء إليك و العمل" oleh Umar dan anaknya. 

Jawab : Tidak bisa, karena perkara yang di sebutkan di atas memiliki perincian penjelasan berikut ini :
Pertama : Adzan dua kali pada hari jum'at telah di lakukan oleh Utsman bin Affan, dan itu terjadi pada saat manusia semakin banyak. Adzan pertama di kumandangkan di pasar-pasar mereka dan yang kedua untuk sholat jum’at. Tetapi adzan pertama tetap tidak di akui kebenarannya oleh sahabat. Ditunggu antaranya Ibnu Umar berkata : "Adzan pertama pada hari jum'at adalah bid'ah." (di riwayatkan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shohih). Al Imam Asy Syafi'i berkata : "Atho' telah mengingkari adzan pertama Utsman, demikianlah yang benar, bahwa yang ada di zaman nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ yang lebih aku sukai." (Al Umm, 1/224)
Kedua : Atsar pemindahan maqom Ibrohim jauh dari Ka'bah oleh Umar sebagaimana sekarang adalah shohih sebagaimana yang di shohihkan Ibnu Katsir di dalam Tafsirnya (1/162) dan Al Hafidzh Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari (9/21),hal ini di lakukan oleh Umar karena menyulitkan manusia berthowaf dan agar tidak sempit dan berdesakan, apalagi Umar telah mengisyaratkan sebagai perkara yang sunnah di tegakkan sholat di situ setelah thowaf, yang kemudian tidak di ketahui seorang sahabat pun yang mengingkari pemindahannya.
Ketiga : Atsar Basmalah yang di ucapkan pada tasyahhud pertama oleh Ibnu Umar itu telah di riwayatkan secara marfu' dari Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ sebagaimana yang di riwayatkan Ibnu Adi di dalam Al Kamil (2/94) dari jalan Tsabit bin Zuhair Abi Zuhair dari Nafi' dari Ibnu Umar رضي الله عنه, "Bahwasanya Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ telah membaca pada tasyahhudnya بسم الله خير الأسماء, lalu Ibnu Umar selalu melakukannya." tetapi hadits ini munkar di sebabkan Tsabit bin Zuhair Abi Zuhair. Telah di katakan Al Imam Al Bukhory dan Ad Daruquthny : Ia Munkarul Hadits, dan Adz Dzahaby menyebutkan hadits tersebut sebagai periwayatan munkarnya. (Mizanul I'tidal 1/364).
Keempat : Atsar tambahan lafadz "(السلام علينا (من رينا" pada tasyahhud oleh Ibnu Mas'ud ini telah di riwayatkan oleh Ath Thobrony di dalam Mu'jam Al Kabir dari jalan Asy Sya'bi dari Ibnu Mas'ud, tetapi sanadnya dho'if di sebabkan Asy Sya'bi tidak mendengar dari Ibnu Mas'ud sebagaimana di sebutkan oleh Al 'Ala' i di dalam hati Jami’ut Tashil, hal 204.
Kelima : Talbiyah Umar dan anaknya tersebut telah di riwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Umar dan anaknya pernah menyebutkan talbiyah yang berbeda dengan talbiyah Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ dimasa beliau masih hidup tanpa pengingkaran Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ, begitu juga dengan talbiyah sahabat lainnya yang berbeda-berbeda. Dengan demikian talbiyah-talbiyah tersebut juga boleh di ucapkan tetapi yang sunnah sebagaimana talbiyah Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ. Al Imam An Nawawi berkata di dalam Syarhu Shohih Muslim (8/174), "Para ulama kebanyakan memilih untuk membatasi talbiyahnya Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ, demikianlah di katakan oleh Imam Malik dan Asy Syafi'i."

Pertanyaan 11 : Bagaimana pula kita menanggapi ucapan Al Imam Asy Syafi'i yang berkata : "Bid'ah terbagi dua, pertama Bid'ah Mahmudah (terpuji) dan kedua Bid'ah Madzmumah (tercela), bila bersesuaian dengan sunnah terpuji dan bila bertentangan dengan sunnah tercela" 

Jawab : Ucapan beliau ini adalah pembagian bid'ah secara bahasa, sebagaimana lbnu Rojab Al Hanbali di dalam Jami’ul Ulum wal Hikam (2 /131), "Maksud ucapan Al Imam Asy Syafi'i yang berkata :" Bid'ah terbagi dua, pertama Bid'ah Mahmudah (terpuji) dan kedua Bid'ah Madzmumah (tercela), bila bersesuaian dengan sunnah terpuji dan bila bertentangan dengan sunnah tercela " adalah pembagian Bid'ah Lughowiyyah (bid’ah secara bahasa), bukan Bid'ah Syar'iyyah (bid’ah secara syari'at).
Juga seperti ucapan Umar bin Al Khoththob رضي الله عنه yang di riwayatkan oleh Al Imam Al Bukhory, tatkala beliau melihat kaum muslimun di masjid berpencar ketika melaksanakan sholat tarowih lalu beliau mengumpulkan mereka dalam satu jama'ah dengan Ubay bin Ka'ab selaku seorang Imam, seraya mengatakan : "نعم البدعة هذه" (ini sebaik-baik bid'ah), padahal Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ dahulu telah melakukannya selama tiga malam lalu meninggalkannya karena khawatir di wajibkan atas mereka sebagaimana riwayat Muslim dari Aisyah رضي الله عنها. Oleh karena itu para ulama memaknakan ucapan Umar tersebut adalah Bid'ah secara bahasa.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, "Kebanyakan manusia menyebutkan ucapan Umar mengenai bid'ah yang baik, sesungguhnya yang beliau maksudkan adalah bid'ah secara bahasa bukan bid'ah secara syari'at. Maksud bid'ah secara bahasa adalah mencakup segala sesuatu yang di lakukan pertama sekali, adapun bid'ah secara syari'at adalah segala sesuatu yang tidak terdapat dalil syar'i yang menunjukkannya. " (Iqtidho Shirothil Mustaqim, hal 276)
Dengan demikian tidak sepantasnya seorang berkata atas nama Al Imam Asy Syafi'i melalui ucapan tersebut untuk pembenaran bid'ah, sebab beliau sendirian memiliki sikap tegas terhadap Ahlul Bid'ah, seperti ucapannya : "من استحسن فقد شرع" (Barangsiapa yang menganggap baik [pada perkara baru] maka ia telah membuat syari'at).
Adapun ucapan Ibnu Mas'ud من رأى المسلمون حسنا فهو عند الله حسنا" رضي الله عنه " (Apapun yang di pandang muslimun merupakan kebaikan maka di sisi Alloh juga merupakan kebaikan) yang di riwayatkan oleh Ahmad dani Al Hakim dengan sanad yang shohih bermaksud pada Ijma' sahabat dan kesepakatan mereka saat itu yang tidak seorang pun yang mengingkarinya, yang tentunya penilaian kebaikan tersebut untuk hal-hal itu bersesuaian dengan Al Quran dan Sunnah Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ seperti Khilafah Abu Bakr, Khilafah Umar, pengumpulan Al Quran, dan lainnya.
Begitu juga Al Hafidzh Ibnu Katsir رحمه الله berkata di dalam Tafsirnya (1/153), "Bid'ah terbagi dua, pertama Bid'ah Syar'iyyah (bid’ah secara syari'at) dalilnya فإن كل محدثة بدعة و كل بدعة ضلالة (Sesungguhnya setia perkara baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah kebid'ahan sesat), dan kedua Bid'ah Lughowiyyah (bid’ah secara bahasa) dalilnya seperti ucapan Umar untuk sholat tarowih berjama'ah : نعم البدعة هذه (ini sebaik-baik bid'ah)

Pertanyaan 12 : Di dalam perayaan memperingati maulid nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ telah di wajibkan berdiri ketika menyebutkan kelahirannya sebagai penghormatan kehadiran nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ saat itu, sebagaimana tercantum pada "Maulidul Manawi", hal 26,bagaimana hukumnya ?

Jawab : Hukumnya Harom dan menyerupai orang-orang kafir, sebab penghormatan dengan berdiri merupakan perkara yang telah dilarang oleh Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ di masa hidup beliau, sebagaimana hadits :
عن جابر بن عبدالله رضي الله عنه قال أنهم لما صلوا خلفه قعودا، فلما سلم قال النبي صلى الله عليه وسلم قال إن كدتم تفعلون فعل فارس و الروم يقومون على ملوكهم و هم قعود، فلا تفعلوا 
Dari Jabir bin Abdillah رضي الله عنه ia berkata, bahwasanya mereka dahulu tatkala sholat di belakang Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ dengan duduk, maka tatkala beliau mengucapkan salam, beliau bersabda : "Hampir saja kalian tadi melakukan perbuatan yang di lakukan bangsa Persia dan Romawi yang berdiri di hadapan raja-rajanya yang duduk, janganlah kalian melakukannya." (HR. Muslim) 
  عن معاوية بن أبي سفيان رضي الله عنه قال أن ابن عامر قام له فقال سمعت النبي صلى الله عليه وسلم قال من أحب أن يمثل الرجل قياما، فليتبوأ مقعده من النار 
Dari Mu'awiyah bin Abi Sufyan رضي الله عنه Ia berkata, bahwasanya Ibnu Amir telah berdiri untuknya maka ia berkata, aku pernah mendengar Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ bersabda, "Barangsiapa yang suka seseorang berdiri untuknya maka ia telah menempatkan tempat duduknya di neraka." (HR. Abu Daud, dan di shohihkan oleh Al Albany) 
Al Imam Ibnu Al Qoyyim berkata di dalam hasyiyahnya Sunan Abu Daud, "Hadits-hadits ini menunjukkan larangan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ bila ia keluar menuju mereka, sebab kebiasaan ini tidak pernah di ketahui orang arab tetapi berasal dari orang-orang Persia dan Romawi. Maka di sini terdapat perbedaan antara berdiri penghormatan yang di lakukan orang-orang Persia dan Romawi yang dilarang dengan berdiri penghormatan yang di perbolehkan seperti kedatangan tamu yang merupakan kebiasaan orang arab. "
Lihatlah di sini bagaimana syaithon menyesatkan orang-orang yang memperingati maulid nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ yang telah mewajibkan diri mereka untuk berdiri sambil berdendang sya'ir, bergandeng tangan dan menari dalam rangka penghormatan pada beliau yang datang rohnya mengunjungi mereka, padahal beliau telah melarangnya, demikianlah keadaan orang-orang yang jauh dari petunjuk Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ yang terus menerus menyangka telah berbuat kebaikan dan kebaikan, Alloh تعالى berfirman,
{قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأخْسَرِينَ أَعْمَالا (103) الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا (104
"Katakanlah (Muhammad) : "Apakah akan kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang yang paling merugi perbuatannya ?, Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (QS. Al Kahfi : 103-104)
Demikianlah pembahasan mengenai perayaan memperingati maulid nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ yang bisa kita paparkan diri sini sebagai nasehat kepala kita semua mengenai hakekat keberadaan acara tersebut yang selalu kita dapatkan di tengah-tengah kaum muslimun kecuali mereka-mereka yang Alloh rahmati, bahwasanya acara tersebut tidak luput dari kesyirikan dan kebid'ahan dan kemaksiatan serta meniru-niru orang kafir. Dan mari kita berlindung kepada Alloh dari segala penyimpangan dan kesesatan tersebut.


و صلى الله على محمد النبي الأمي، و على آله و صحبه و سلم 

Penulis 

14 Jumadil Akhir 1438 - Semoga 13 Maret 2017 M


Komentar

Postingan populer dari blog ini

11/13 ROKA'AT TAROWIH YANG SESUAI PETUNJUK NABI

SEKILAS INFORMASI PONDOK PESANTREN MARKIZ 'ILMI AS SALAFIYYAH, DARUL HADITS BUKIT RATA

HARUSKAH I'ADAH DZUHUR BAGI JUM'ATAN KURANG DARI 40 ORANG ?